Demokrasi Tanah Arab: Dilema Israel

Konflik. Revolusi. Propaganda.

Shelly Palmer : Merubah Pemerintahan dari Demokrasi Dijital – Mengangkat Kembali Tulisan yang Diangkat Kembali

Metamerica : Merubah Pemerintahan dari Demokrasi Digital Saya awalnya menulis artikel serupa pada April 2009.

Babak Baru Perang Korea: Perang di Dunia Maya

Perang Korea kini mulai merambah babak baru.

Perang Propaganda Jepang Terhadap Rusia, China dan Korea

Selama beberapa dekade, Rusia dan Jepang telah berhasil menyelesaikan sengketa-sengketa teritorial mereka.

Pages

Sunday, June 16, 2013

Iran vs Amerika dan Israel

Baru-baru ini Iran menjadi perbincangan Internasional baik didunia nyata maupun dunia maya. Topik perbincangannya pun tidak jauh dari “apakah adanya kemungkinan akan terjadinya perang antara Iran amerika dan israel”. Namun sampai sekarang tidak adanya kepastian akan hal itu. Disini saya akan membeberkan sedikit fakta kenapa amerika dan israel yang bisa dibilang powerful takut untuk menyeran Iran itu sendiri. 


'Netanyahu & Obama Vs Ahmadinejad'

Ini merupakan tujuh alasan kenapa amarika enggan menyerang Iran, alasan ini disampaikan oleh anggota analis pertahanan AS di Universitas Angkatan Darat Amerika.

  • Iran punya kapabilitas militer yang mumpuni untuk menghadapi Amerika Serikat dalam beberapa dekade ini. Iran tidak seperti negara-negara bekas invasi AS, seperti Grenada, Panama, Somalia, Haiti, Bosnia, Serbia, Afganistan, atau Irak. Militer Iran jauh lebih kompeten dan memiliki kemampuan. Iran juga berpengalaman dalam mempelajari taktik dan strategi AS melalui pengamatannya selama perang Irak satu dekade ini. Angkatan laut Iran punya keterampilan laut yang baik dalam pertempuran litoral dan mempunyai kemampuan untuk menutup Selat Hormuz untuk waktu yang cukup lama. Penutupan Selat Hormuz ini dapat menjadi posisi tawar yang tinggi atas diberlakukannya sanksi ekonomi terhadap Iran. Dampak paling signifikan atas penutupan Selat Hormuz adalah naiknya harga minyak dunia.


  • Tidak seperti Irak, Angkatan Darat Iran dan Korps Pengawal Revolusi Iran tidak akan meletakkan senjatanya pada serangan awal. Menurut Lowther, Iran banyak belajar dari Irak dan Afganistan tentang bagaimana mengalahkan AS. Iran tidak akan menyerah begitu saja pada serangan pertama dari AS.


  • Kementerian Intelejen Iran merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Kementerian Iran terbukti dapat mengatasi kelompok-kelompok yang bersifat anti-Iran selama 3 tahun terakhir. Bahkan baru-baru ini Pengadilan Revolusioner Iran menjatuhi hukuman mati kepada seorang pria keturunan Iran-Amerika Serikat karena terbukti menjadi mata-mata CIA, dinas rahasia Amerika Serikat.


  • Gerakan Perlawanan Hizbullah kemungkinan besar dapat membantu perlawanan Iran terhadap AS. Menurut Lowther, Hizbullah dapat memainkan peranan penting bagi Iran untuk memberikan perlawanan bagi AS. Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, memperingatkan bahwa apa pun yang dilakukan Israel atau Amerika Serikat secara militer pada fasilitas nuklir Iran akan mengarah pada perang dengan melibatkan banyak pihak. "Saya tidak mengancam, tapi setiap orang yang punya perasaan dapat melihat bahwa serangan Israel-AS terhadap Iran atau keterlibatan militer di Suriah akan mengarah pada perang regional," kata Nasrallah di selatan Beirut, November 2011.


  • Iran mempunyai kemampuan yang mengesankan dalam perkembangan dunia maya. Lowther menulis serangan terhadap infrastruktur nuklir Iran kemungkinan akan berlanjut. Peretas alias hacker Iran mungkin akan menargetkan data penting di sektor publik dan swasta, yang dapat mematikan sistem dan data.


  • Militer AS layak untuk beristirahat, terlebih setelah hampir satu dekade terus berperang. Soalnya, sudah satu dekade ini AS berperang dengan Irak dan Afganistan. Joseph Stiglitz, peneliti AS, berpendapat, perang ini menjebak AS ke dalam krisis ekonomi dan terbenam dalam lilitan utang akibat biaya militer yang amat tinggi.


Serangan AS atas Iran akan membawa AS ke dalam perang yang lebih besar. Akibatnya, sulit bagi AS melakukan istirahat dan perbaikan.
.

Beberapa alasan kenapa Israel enggan menyerang Iran

  • Iran adalah negara berbahaya dan bisa menyerang dengan stok rudalnya yang lumayan banyak. Israel telah melihat kemampuan serangan rudal Iran selama perang Jalur Gaza pada 2008/2009 dan Perang Lebanon pada tahun 2006. dan Tidak ada yang bisa memprediksi gerakan dan respon Iran yang kadang tidak terduga.


  • Para Diplomat mengkaji israel membutuhkan dukungan amerika serikat, namun president Obama juga membutuhkan dukungan dari kaum kristen Evangelis dan Yahudi dalam melaksanakan pemerintahannya. Namun ini masih di awang-awang, dan tidak ada jaminan untuk dukungan dalam melakukan serangan sepihak.


  • Amerika Serikat belum memposisikan sikap terhadap penyerangan seperti seharusnya.dan Israel tidak melakukan sesuatu atau tidak menyerang siapa pun tanpa persetujuan AS sejak 1956.


  • Israel akan merasa lumpuh jika mencoba melawan Iran sendiri seperti pada tahun 1974. Mereka akan membutuhkan sumber daya dan dukungan tak terbatas dari Amerika Serikat yang belum pasti. Serangan sepihak dari Israel terhadap Iran, tanpa persetujuan AS kemungkinan akan memiliki konsekuensi berat bagi Israel.


  • Israel adalah negara kecil dibandingkan dengan Iran.Daerah Iran seluas 1.648.000 km2, sementara Israel hanya 20.700 km 2. Program nuklir tersebar dan bangsa memiliki selat tertutup yang harus ditembus Israel jika ingin menyerang. Sulit dikatakan bahwa Israel akan berani bersedia untuk berperang di medan yang tidak jelas dengan seribu risiko kalah.


  • Diplomat melaporkan bahwa kepala Massad, Meir Dagan menentang rencana penyerangan terhadap Iran. Langkah untuk menyerang Iran mungkin menimbulkan risiko politik untuk Netanyahu dan Barak, yang dikhawatirkan.


Dengan alasan diatas tersebut kemungkinan terjadinya perang antara Iran dengan Amerika dan Israel dalam waktu dekat bisa dibilang tidak terjadi, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perang tersebut  yang  ditakutkan akan memakai senjata nuklir dan berdampak kepada seluruh benua.
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
@faiztheice ) - Faiz Faidurrahman

Perang Semenanjung Korea


Perang Korea (bahasa Korea: 한국전쟁), dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953, adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.

Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakanpenasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.

Latar Belakang
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga sering disebut Perang yang Terlupakan dan Perang yang Tidak Diketahui karena dianggap sebagai urusan PBB, berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu menjadi penyebab perang ini, bila dibandingkan dengan Perang Vietnam dan Perang Dunia II.

Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut Choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseon", Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).

Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Cina. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara. Istilah Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah gencatan senjata dilakukan.

Korea Utara menyerang (Juni 1950)
Meskipun PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahwa Korea Utara akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun Cina Douglas Mackiernan menerima ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan menyerang ke Selatan.

Perang Korea

Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara Korea Utara (tentara Korut) menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan artileri, Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950. tentara Korut mengatakan bahwa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee. Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.

Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan.

Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS; (ii) Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii) perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara. Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB.

Korea Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan invasi darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang berhasil menguasai objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti KaesŏngChuncheonUijeongbu, dan Ongjin, yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.

Sebagai tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara. Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.

Di pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950. Tentara Korea Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur, 33.000 tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat pangkalan AS di Jepang.

Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan — yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau malah berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara.

Kebuntuan (Juli 1951—Juli 1953)
Pada tahun-tahun berikutnya, tentara PBB dan China tetap berperang, namun perubahan wilayah kekuasaan tidak banyak berubah dan terjadi kebuntuan. Sementara pengeboman wilayah Korea Utara terus berlangsung, perundingan gencatan senjata dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong.Pertempuran juga terus berlangsung meskipun perundingan tengah berjalan; tujuan Korsel-PBB adalah untuk merebut kembali seluruh Korea Selatan dan menghindari kehilangan wilayah. Tentara China dan Korut juga melakukan operasi serupa serta melakukan operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama dalam fase ini antar alain Pertempuran Bloody Ridge(18 Agustus—15 September 1951) dan Pertempuran Heartbreak Ridge (13 September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26 Juni—4 Agustus 1952), Pertempuran White Horse (6–15 Oktober 1952), Pertempuran Triangle Hill (14 Oktober—25 November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21 Maret—21 Juni 1952), pengepungan Outpost Harry (10—18 Juni 1953), Pertempuran Hook (28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23 Maret—16 Juli 1953).

Negosiasi gencatan senjata berlanjut selama dua tahun; di Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea). Problem utama dari negosiasi ketika itu adalah repatriasi tawanan perang. China, Korea Utara, dan tentara PBB tidak bisa membuat kesepakatan karena banyak tentara China dan Korea Utara yang menolak kembali ke Utara. Dalam perjanjian gencatan senjata terakhir, sebuah Komisi Repatriasi Negara-Negara Netral dibentuk untuk mengurusi masalah tersebut.

Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November 1952, presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea. Pada 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara, China, dan tentara PBB sehingga mereka sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan batas di paralel ke-38. Dalam persetujuan tersebut tertulis bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Tentara PBB, yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan China menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak untuk menandatangani perjanjian itu, karenanya Republik Korea dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.

Presiden Amerika Serikat ke-34 Dwight D. Eisenhower


Akhir Perang
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
@sairamlim ) - Sairam Salim

Program Nuklir Iran Tidak Akan Pernah Berhenti


Iran mulai melaksanakan program nuklirnya sejak tahun 1960-an. Instalasi nuklir Iran pertama adalah untuk riset nuklir dengan kekuatan hanya lima Megawatt yang diperolehnya dari AS dan memulai beroperasi pada 1967. Pada tahun 1968, dibentuk perjanjian pelarangan penyebaran senjata nuklir diantara negara-negara pemilik nuklir dalam bentuk Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan pada tahun 1970, Iran telah menjadi salah satu negara penandatangannya. Di bawah pemerintahan Shah, Iranterus mengembangkan aktifitas nuklirnya dengan melakukan kerjasama dan transaksi dengan beberapa perusahaan Eropa, seperti perusahaan ”Siemen” dari Jerman pada tahun 1975, dan perusahaan dari Perancis pada tahun berikutnya. Namun, pada tahun 1979, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Shah, Khomeini, yang saat itu mengambil kursi pemerintahan, menghentikan aktifitas pembangunan reaktor-reaktor nuklir Iran.

Hal ini disebabkan karena proyek pembangunan nuklir telah menghabiskan sekitar 30 milyar dolar, dan proyek ini dianggap hanya untuk memenuhi ambisi Shah semata. Aktifitas nuklir Iran berhenti selama masa pemerintahan Khomeini. Pada tahun 1995, program nuklir Iran mulai dilanjutkan oleh Rafsanjani, dan terus berlanjut selama periode kaum reformis (1997-2005) di bawah kekuasaan Khatami. Pada tahun 2003, muncul awal mula permasalahan terhadap pengembangan nuklir Iran, yang dimulai oleh pengumuman yang dilakukan oleh pihak oposisi Iran yang diasingkan, bahwa Iran sedang mengejar program nuklir yang bersifat rahasia dan tidak aman, kemudian menyelimuti dan menyembunyikannya dari para inspektor Badan Energi Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA).

Ahmadinejad di pusat penelitian nuklir Iran


Berdasarkan hal inilah, ketua IAEA, Mohammad al-Barada‟i menyiapkan sebuah laporan dan menunjukkannya kepada IAEA. Pada saat inilah momentum mengenai Krisis Nuklir Iran dimulai. Sejak saat itu, dimulailah serangkaian dialog dengan trio Eropa, yaitu Jerman, Perancis, dan Inggris. Pada tanggal 25 Oktober 2003 ditandatangani protokol yang dinamai sebagai ‟Protokol Tambahan‟ yang isinya memperbolehkan IAEA melakukan inspeksi dadakan. Hal ini ditujukan untuk mencegah tuduhan-tuduhan terhadap Iran bahwa mereka telah menyembunyikan aktifitas pengembangan nuklir untuk memproduksi senjata dan permasalahan yang sensitif lainnya, yang bisa dibuktikan selama inspeksi rutin dan inspeksi terjadwal. Demi negosiasi, Iran akhirnya menghentikan proses pengayaan uraniumnya.

Namun, meskipun Iran telah menghentikan proses pengayaan uraniumnya, desakan terhadap Iran untuk menghentikan keseluruhan program nuklirnya semakin besar dan aturan-aturan terhadap Iran semakin diperketat, dan tidak ada jaminan terhadap hak Iran untuk menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai, seperti yang tercantum dalam Non-Ploriferation Treaty. Hal ini membuat Iran kembali menjalankan program pengayaan uraniumnya. Pada bulan April 2013  Presiden Iran, Mahmoud Ahmdinejad menekankan kembali percepatan aktivitas nuklir damai Republik Islam dan mengatakan, "Tidak ada kata berhenti dalam program nuklir Iran."

IRNA melaporkan, hal itu dikemukakan Ahmadinejad pada peringatan Hari Nuklir Nasional Iran, di gedung Badan Energi Atom Iran. Ditambahkannya, "Sekarang Iran adalah negara berteknologi nuklir, dan tidak ada satu negara pun yang dapat merampasnya."

Ditujukannya kepada Barat, Ahmadinejad mengatakan, "Baik sekali jika pihak-pihak yang mengklaim mengatur dunia menggunakan logika di kancah politik."

Seraya mengkritik klaim sejumlah negara sebagai "pengatur dunia" Ahmadinejad menegaskan, "Tidak bisa empat orang berkumpul dan menyatakan bahwa mereka adalah pemilik dunia dan pihak lain sebagai budak mereka. Memangnya siapa Anda dan siapa pula yang memberikan wewenang tersebut kepada Anda?

____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
@woichandra ) - Chandra Setiawan Gimon

Friday, June 7, 2013

Kronologi Terbentuknya Republik Indonesia Serikat



Republik Indonesia Serikat
, (RIS), adalah negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. RIS dikepalai oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta.

Awal Republik Indonesia Serikat diawali dengan adanya Agresi Militer II yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.



Agresi Militer Belanda II

Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.

Lalu pada 23 Agustus hingga 2 November 1949, diadakanlah Konferensi Meja Bundar, yaitu sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Hasil dari pertemuan tersebut adalah: Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat; Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.



Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.

Republik Indonesia Serikat terdiri beberapa negara bagian, yaitu:
1.    Negara Republik Indonesia (RIS)
2.    Negara Indonesia Timur
3.    Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4.    Negara Jawa Timur
5.    Negara Madura
6.    Negara Sumatera Timur
7.    Negara Sumatera Selatan

Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:
1.    Jawa Tengah
2.    Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
3.    Dayak Besar
4.    Daerah Banjar
5.    Kalimantan Tenggara
6.    Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
7.    Bangka
8.    Belitung
9.    Riau

Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu Konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu
1.    Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.
2.    Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat
3.    Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
4.    R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura
5.    Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
6.    Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
7.    K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
8.    Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
9.    Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
11. M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
13. Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
14. Radja Mohammad dari Riau
15. Abdul Malik dari Negara Sumatera Selatan
16. Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatera Timur

Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950.
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
@sairamlim ) - Sairam Salim