Perang Korea (bahasa Korea: 한국전쟁),
dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953,
adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Perang ini juga disebut "perang yang
dimandatkan" (bahasa Inggris proxy
war) antara Amerika
Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama
adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika
Serikat, Kanada, Australia,
dan Britania Raya,
meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok,
menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakanpenasihat perang dan pilot pesawat, dan juga
persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat
konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah
perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.
Latar
Belakang
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan
sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi
perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini
juga sering disebut Perang
yang Terlupakan dan Perang yang Tidak Diketahui karena
dianggap sebagai urusan PBB, berakhir dengan kebuntuan
(stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu
menjadi penyebab perang ini, bila dibandingkan dengan Perang
Vietnam dan Perang Dunia
II.
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang
6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang
pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut Choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah
air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseon", Joseon
adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Cina. Kata "Chao
Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara. Istilah Perang
Korea juga dapat menyatakan
pertempuran sebelum invasi maupun setelah gencatan senjata dilakukan.
Korea Utara
menyerang (Juni 1950)
Meskipun
PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahwa Korea Utara akan melakukan invasi,
PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun
Cina Douglas
Mackiernan menerima
ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan
menyerang ke Selatan.
Perang Korea
Dengan
alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara Korea Utara (tentara Korut)
menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan artileri, Minggu pagi tanggal 25
Juni 1950. tentara
Korut mengatakan bahwa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan
"bandit pengkhianat Syngman Rhee",
telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan
menangkap serta mengeksekusi Rhee. Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling
menyerang satu sama lain.
Beberapa
jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat
mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82
DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan
sejak Januari. Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan
angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah
memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang
merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik
Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan
kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi
bersenjata atas nama Korea Selatan.
Uni
Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data intelejen tentara
Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS;
(ii) Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai
anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii)
perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan
Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang
saudara. Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah
tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum
mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5
anggota tetap DK PBB.
Korea
Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan invasi
darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang berhasil menguasai objek dan
wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin,
yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak,
110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat
mata-mata.
Sebagai
tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat
pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara. Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal
perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.
Di
pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the
Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa
tentara Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni
1950. Tentara Korea Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara
tempur, 33.000 tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang
terdiri dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu
tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat
pangkalan AS di Jepang.
Dalam
jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan — yang kurang
loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau malah berkhianat dan
bergabung dengan tentara Korea Utara.
Kebuntuan (Juli
1951—Juli 1953)
Pada
tahun-tahun berikutnya, tentara PBB dan China tetap berperang, namun perubahan
wilayah kekuasaan tidak banyak berubah dan terjadi kebuntuan. Sementara
pengeboman wilayah Korea Utara terus berlangsung, perundingan gencatan senjata
dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong.Pertempuran juga terus berlangsung meskipun perundingan
tengah berjalan; tujuan Korsel-PBB adalah untuk merebut kembali seluruh Korea
Selatan dan menghindari kehilangan wilayah. Tentara China dan Korut juga melakukan operasi serupa
serta melakukan operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama
dalam fase ini antar alain Pertempuran
Bloody Ridge(18 Agustus—15 September 1951) dan Pertempuran
Heartbreak Ridge (13 September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26
Juni—4 Agustus 1952), Pertempuran
White Horse (6–15 Oktober 1952), Pertempuran
Triangle Hill (14 Oktober—25 November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21
Maret—21 Juni 1952), pengepungan Outpost
Harry (10—18 Juni
1953), Pertempuran Hook (28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23
Maret—16 Juli 1953).
Negosiasi
gencatan senjata berlanjut selama dua tahun; di
Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan
kedua Korea). Problem utama dari negosiasi ketika itu adalah
repatriasi tawanan perang. China, Korea Utara, dan tentara PBB tidak bisa membuat
kesepakatan karena banyak tentara China dan Korea Utara yang menolak kembali ke
Utara. Dalam perjanjian gencatan senjata terakhir, sebuah
Komisi Repatriasi Negara-Negara Netral dibentuk untuk mengurusi masalah
tersebut.
Pada
tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November 1952,
presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal
yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea. Pada
27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara,
China, dan tentara PBB sehingga mereka sepakat untuk melakukan gencatan senjata
dengan batas di paralel ke-38. Dalam persetujuan tersebut tertulis bahwa
pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Tentara PBB,
yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan China menandatangani
Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak untuk
menandatangani perjanjian itu, karenanya Republik Korea dianggap tidak
berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.
Presiden Amerika Serikat ke-34 Dwight D. Eisenhower
Akhir Perang
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika
Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan
senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee,
menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan
senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan
saat ini.
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
( @sairamlim ) - Sairam Salim
0 comments:
Post a Comment