Selama beberapa dekade, Rusia dan Jepang telah berhasil menyelesaikan
sengketa-sengketa teritorial mereka. Namun hingga saat ini, Kepulauan Kuril
masih menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan dan menjadi batu
sandungan bagi hubungan kedua negara. Waktu terus berlalu, kedua negara silih
berganti pemimpin dan pemerintahan, berbagai usaha telah diupayakan, namun
masalah sengketa ini tidak terpecahkan. Apa yang menjadi penyebabnya?
Saat ini, Rusia mengklaim Jepang tengah melakukan propaganda untuk
menegaskan posisinya dalam perselisihan sengketa wilayah dengan Rusia, Korea
Selatan dan China. Untuk melaksanakan propaganda ini, pemerintah Jepang
membentuk unit khusus yang terdiri dari 15 pejabat dan ahli independen. Tugas
mereka adalah mempelajari dan menganalisis secara menyeluruh posisi
negara-negara lain di wilayah yang disengketakan. Para analis Rusia mengatakan
bahwa Tokyo telah mengumandangkan perang informasi untuk melawan Moskow,
Beijing, dan Seoul. Analis Rusia menilai, Rusia harus lebih aktif dalam
menggambarkan posisinya di Kepulauan Kuril kepada masyarakat dunia.
Rangkaian pulau yang dikenal dengan Kepulauan Kuril membentang ke utara
melintasi Samudera Pasifik dari Pulau Hokkaido Jepang ke ujung selatan Semenanjung
Kamchatka Rusia. Itu adalah subyek sengketa kedua negara ini sejak 60 tahun
lalu.
Sudah sejak lama Jepang mengklaim empat pulau di bagian selatan Kepulauan
Kuril yaitu; Kunashir, Iturup, Habomai dan Shikotan. Moskow, pada gilirannya,
juga bersikeras bahwa Kuril Selatan adalah bagian dari Uni Soviet setelah
Perang Dunia II dan kedaulatan Rusia atas kepulauan itu tidak bisa diragukan.
Di bawah Perjanjian Damai San Fransisco tahun 1951, yang ditandatangani
antara sekutu dan Jepang, Jepang diberikan hak kepemilikan atas kepulaun Kuril.
Namun hal ini tidak menyelesaikan sengketa, karena Rusia tidak menandatangani
perjanjian sepihak itu.
Jepang saat ini memiliki masa-masa yang sulit dalam urusan kebijakan luar
negeri karena memiliki sengketa wilayah dengan hampir semua tetangganya di
kawasan Asia. Selain itu, negara-negara Asia, terutama China, mengerahkan
dengan serius kampanye anti Jepang yang menekankan bahwa Jepang adalah agresor
yang telah mengklaim Kepulauan Senkaku (wilayah yang disengketakan antara
Jepang dan China). China berpendapat bahwa klaim ke pulau-pulau tersebut tanpa
pembenaran sejarah dan hukum.
Korea Selatan juga melakukan perang informasi terhadap Jepang. Hal inilah
yang menyebabkan pemerintah Jepang berkeinginan melawan kampanye anti Jepang
dengan mengkomunikasikan posisinya diwilayah sengketa kepada masyarakat
internasioal. Banyak yang berpendapat, sebenarnya Jepang tidak perlu melakukan
propaganda tersebut jika mereka memang percaya bahwa posisinya benar di wilayah
sengketa.
Menurut para analis, Jepang akan menggunakan segala cara yang bisa
dilakukannya; politik, diplomatik, informasi, dan bahkan ekonomi. Unit yang
dibentuk khusus oleh Jepang akan bekerja melaui media, diplomat, dan akan
menggunakan kekuatan "lunak." Seorang analis Rusia berpendapat bahwa
Jepang akan membuat gebrakan baru karena mereka memang cenderung meremehkan dan
mengabaikan posisi negara lain. Hal ini utamanya terlihat pada isu-isu
teritorial.
Jepang meyakini posisinyalah yang benar. Jika satu pihak tidak setuju
dengan mereka, mereka akan mencoba menjelaskan posisi mereka lagi. Analis Rusia
berpendapat bahwa target "perang informasi" Jepang saat ini adalah
pemuda, yang berarti dengan media komik (manga), anime dan hal-hal lainnya yang
dinilai "lembut." Satu hal penting yang Jepang yakini saat ini adalah
bahwa pemuda Rusia saat ini sedang "booming" hiburan/media Jepang.
Jepang berharap masyarakat Rusia meyakini bahwa Kuril Selatan adalah wilayah
Jepang, dan karena itu mereka akan mengajukan banding/argumen ke pemerintah
Rusia untuk menyerahkan sepenuhnya wilayah-wilayah tersebut ke Jepang. Tapi
bagaimanapun, harapan ini adalah dianggap harapan fiksi.
Propaganda aktif dari Jepang dimulai pada akhir tahun 1980-an, namun baru
terungkap sepenuhnya pada tahun 1990-an. Jepang membuat sejumlah publikasi yang
menggambarkan bagaimana Uni Soviet secara ilegal mengambil tanah Jepang. Pada
tahun 1990, pemikiran bahwa Kepulauan Kuril adalah tanah asli Jepang telah
aktif dibahas oleh pers Rusia. Pandangan ini kemudian didukung oleh banyak
pengamat di Federasi Rusia dan beberapa ilmuwan yang mempelajari Jepang. Mereka
kemudian menyarankan pemerintah Uni Soviet untuk mengembalikan Kepulauan Kuril
ke Jepang. Saat itu Jepang berjanji bahwa setelah adanya penandatangan
perjanjian (penyerahan wilayah Kepulaun Kuril), mereka akan segera banyak
berinvestasi ke negara Rusia. Namun itu dulu, kala itu memang banyak negara
menganggap Rusia adalah negara miskin yang mau melakukan apa saja demi uang.
Waktu sudah berubah, dan sekarang masyarakat Rusia memiliki sudut pandang
yang berbeda. Sebuah jajak pendapat publik menunjukkan suatu fakta yang
menarik, masyarakat Rusia pada umumnya memiliki opini positif terhadap Jepang,
namun masyarakat di daerah perbatasan dengan Jepang, persentase orang yang
memiliki opini negatif terhadap Jepang sangat tinggi. Hasil jajak pendapat ini
jelas sangat tidak disukai oleh Jepang.
Pada 7 Februari lalu, Jepang dengan cepat mengerahkan jet tempur F-15 untuk
mencegat dua pesawat tempur Rusia karena diyakini telah melanggar wilayah
udaranya. Dua jet tempur Sukhoi Su-27 Rusia telah terbang selama 1 menit 11
detik di barat daya wilayah udara Jepang dari Pulau Rishiri, tidak jauh dari
Hokkaido. Tidak terjadi insiden dan tidak diketahui apakah aksi Rusia ini
terkait sentimen anti Jepang atau tidak.
Kepemimpian Rusia mengakui bahwa masalah teritorial kedua negara ini telah
dimulai sejak tahun 1956, selama ini Rusia dan Jepang telah hidup tanpa
perjanjian damai. Bahkan perjanjian mengakhiri Perang Dunia II antara Rusia dan
Jepang tidak pernah ditandatangani. Secara terus menerus Jepang datang dengan
berbagai tuntutan dan melakukan kampanye anti Rusia. Apakah ini situasi yang
tepat untuk dialog damai? Kedutaan besar Rusia di Jepang tidak melakukan perang
informasi, dan diplomat Rusia sedang mencoba membangun dialog mengenai maslah
ini.
Alih-alih konfrontasi, Moskow pada banyak kesempatan banyak menyatakan
bahwa kedua negara bersama-sama mengembangkan daerah tersebut. Namun Jepang
menanggapi dengan mengatakan bahwa kerjasama tersebut hanya mungkin dilakukan
jika tidak merugikan posisi Jepang atas wilayah tersebut.
Saat ini, para pemimpin dari kedua negara belum mempunyai pilihan namun
diharapkan tetap bersama-sama mencari solusi atas masalah yang berkepanjangan
ini. Setelah ada perjanjian damai, diharapkan kedua negara mendapatkan
keuntungan dan harus menjadi titik balik hubungan antara Moskow dan Tokyo.
_________________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________________
( @adityaknz ) - Alvian Aditya Kanzi
0 comments:
Post a Comment