Pages

Saturday, July 6, 2013

Perang Propaganda Jepang Terhadap Rusia, China dan Korea



Selama beberapa dekade, Rusia dan Jepang telah berhasil menyelesaikan sengketa-sengketa teritorial mereka. Namun hingga saat ini, Kepulauan Kuril masih menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan dan menjadi batu sandungan bagi hubungan kedua negara. Waktu terus berlalu, kedua negara silih berganti pemimpin dan pemerintahan, berbagai usaha telah diupayakan, namun masalah sengketa ini tidak terpecahkan. Apa yang menjadi penyebabnya?

Saat ini, Rusia mengklaim Jepang tengah melakukan propaganda untuk menegaskan posisinya dalam perselisihan sengketa wilayah dengan Rusia, Korea Selatan dan China. Untuk melaksanakan propaganda ini, pemerintah Jepang membentuk unit khusus yang terdiri dari 15 pejabat dan ahli independen. Tugas mereka adalah mempelajari dan menganalisis secara menyeluruh posisi negara-negara lain di wilayah yang disengketakan. Para analis Rusia mengatakan bahwa Tokyo telah mengumandangkan perang informasi untuk melawan Moskow, Beijing, dan Seoul. Analis Rusia menilai, Rusia harus lebih aktif dalam menggambarkan posisinya di Kepulauan Kuril kepada masyarakat dunia.

Rangkaian pulau yang dikenal dengan Kepulauan Kuril membentang ke utara melintasi Samudera Pasifik dari Pulau Hokkaido Jepang ke ujung selatan Semenanjung Kamchatka Rusia. Itu adalah subyek sengketa kedua negara ini sejak 60 tahun lalu.

Sudah sejak lama Jepang mengklaim empat pulau di bagian selatan Kepulauan Kuril yaitu; Kunashir, Iturup, Habomai dan Shikotan. Moskow, pada gilirannya, juga bersikeras bahwa Kuril Selatan adalah bagian dari Uni Soviet setelah Perang Dunia II dan kedaulatan Rusia atas kepulauan itu tidak bisa diragukan.

Di bawah Perjanjian Damai San Fransisco tahun 1951, yang ditandatangani antara sekutu dan Jepang, Jepang diberikan hak kepemilikan atas kepulaun Kuril. Namun hal ini tidak menyelesaikan sengketa, karena Rusia tidak menandatangani perjanjian sepihak itu.

Jepang saat ini memiliki masa-masa yang sulit dalam urusan kebijakan luar negeri karena memiliki sengketa wilayah dengan hampir semua tetangganya di kawasan Asia. Selain itu, negara-negara Asia, terutama China, mengerahkan dengan serius kampanye anti Jepang yang menekankan bahwa Jepang adalah agresor yang telah mengklaim Kepulauan Senkaku (wilayah yang disengketakan antara Jepang dan China). China berpendapat bahwa klaim ke pulau-pulau tersebut tanpa pembenaran sejarah dan hukum.

Korea Selatan juga melakukan perang informasi terhadap Jepang. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Jepang berkeinginan melawan kampanye anti Jepang dengan mengkomunikasikan posisinya diwilayah sengketa kepada masyarakat internasioal. Banyak yang berpendapat, sebenarnya Jepang tidak perlu melakukan propaganda tersebut jika mereka memang percaya bahwa posisinya benar di wilayah sengketa.

Menurut para analis, Jepang akan menggunakan segala cara yang bisa dilakukannya; politik, diplomatik, informasi, dan bahkan ekonomi. Unit yang dibentuk khusus oleh Jepang akan bekerja melaui media, diplomat, dan akan menggunakan kekuatan "lunak." Seorang analis Rusia berpendapat bahwa Jepang akan membuat gebrakan baru karena mereka memang cenderung meremehkan dan mengabaikan posisi negara lain. Hal ini utamanya terlihat pada isu-isu teritorial.

Jepang meyakini posisinyalah yang benar. Jika satu pihak tidak setuju dengan mereka, mereka akan mencoba menjelaskan posisi mereka lagi. Analis Rusia berpendapat bahwa target "perang informasi" Jepang saat ini adalah pemuda, yang berarti dengan media komik (manga), anime dan hal-hal lainnya yang dinilai "lembut." Satu hal penting yang Jepang yakini saat ini adalah bahwa pemuda Rusia saat ini sedang "booming" hiburan/media Jepang. Jepang berharap masyarakat Rusia meyakini bahwa Kuril Selatan adalah wilayah Jepang, dan karena itu mereka akan mengajukan banding/argumen ke pemerintah Rusia untuk menyerahkan sepenuhnya wilayah-wilayah tersebut ke Jepang. Tapi bagaimanapun, harapan ini adalah dianggap harapan fiksi.

Propaganda aktif dari Jepang dimulai pada akhir tahun 1980-an, namun baru terungkap sepenuhnya pada tahun 1990-an. Jepang membuat sejumlah publikasi yang menggambarkan bagaimana Uni Soviet secara ilegal mengambil tanah Jepang. Pada tahun 1990, pemikiran bahwa Kepulauan Kuril adalah tanah asli Jepang telah aktif dibahas oleh pers Rusia. Pandangan ini kemudian didukung oleh banyak pengamat di Federasi Rusia dan beberapa ilmuwan yang mempelajari Jepang. Mereka kemudian menyarankan pemerintah Uni Soviet untuk mengembalikan Kepulauan Kuril ke Jepang. Saat itu Jepang berjanji bahwa setelah adanya penandatangan perjanjian (penyerahan wilayah Kepulaun Kuril), mereka akan segera banyak berinvestasi ke negara Rusia. Namun itu dulu, kala itu memang banyak negara menganggap Rusia adalah negara miskin yang mau melakukan apa saja demi uang.
Waktu sudah berubah, dan sekarang masyarakat Rusia memiliki sudut pandang yang berbeda. Sebuah jajak pendapat publik menunjukkan suatu fakta yang menarik, masyarakat Rusia pada umumnya memiliki opini positif terhadap Jepang, namun masyarakat di daerah perbatasan dengan Jepang, persentase orang yang memiliki opini negatif terhadap Jepang sangat tinggi. Hasil jajak pendapat ini jelas sangat tidak disukai oleh Jepang.

Pada 7 Februari lalu, Jepang dengan cepat mengerahkan jet tempur F-15 untuk mencegat dua pesawat tempur Rusia karena diyakini telah melanggar wilayah udaranya. Dua jet tempur Sukhoi Su-27 Rusia telah terbang selama 1 menit 11 detik di barat daya wilayah udara Jepang dari Pulau Rishiri, tidak jauh dari Hokkaido. Tidak terjadi insiden dan tidak diketahui apakah aksi Rusia ini terkait sentimen anti Jepang atau tidak.

Kepemimpian Rusia mengakui bahwa masalah teritorial kedua negara ini telah dimulai sejak tahun 1956, selama ini Rusia dan Jepang telah hidup tanpa perjanjian damai. Bahkan perjanjian mengakhiri Perang Dunia II antara Rusia dan Jepang tidak pernah ditandatangani. Secara terus menerus Jepang datang dengan berbagai tuntutan dan melakukan kampanye anti Rusia. Apakah ini situasi yang tepat untuk dialog damai? Kedutaan besar Rusia di Jepang tidak melakukan perang informasi, dan diplomat Rusia sedang mencoba membangun dialog mengenai maslah ini.

Alih-alih konfrontasi, Moskow pada banyak kesempatan banyak menyatakan bahwa kedua negara bersama-sama mengembangkan daerah tersebut. Namun Jepang menanggapi dengan mengatakan bahwa kerjasama tersebut hanya mungkin dilakukan jika tidak merugikan posisi Jepang atas wilayah tersebut.

Saat ini, para pemimpin dari kedua negara belum mempunyai pilihan namun diharapkan tetap bersama-sama mencari solusi atas masalah yang berkepanjangan ini. Setelah ada perjanjian damai, diharapkan kedua negara mendapatkan keuntungan dan harus menjadi titik balik hubungan antara Moskow dan Tokyo.
_________________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________________
@adityaknz ) - Alvian Aditya Kanzi

0 comments:

Post a Comment