Pages

Sunday, July 7, 2013

Mengenal Konsep Jon Gnarr, Walikota ‘Terburuk’ dan Proyeksi Revolusi Digital Democracy-nya



Siapa Itu Jon Gnarr ?

Sosok yang berpose santai di atas adalah seorang walikota papan atas yang patut dijadikan contoh oleh walikota – walikota lain di seluruh belahan dunia. Namanya Jon Gnarr. Dia adalah pemimpin tertinggi kekuasaan di ibukota Republik Islandia, Reykjavik.

Sosok muda yang kurang menggambarkan tampilan seorang pemimpin ibukota ini memang memiliki latar belakang dan gambaran fisik yang memang seperti seharusnya, bukan gambaran ‘idaman’ orang – orang tentang seorang walikota yang rapi, mendekati tua, elegan, dan kolot. Jon Gnarr tampil dengan sosok tegap, rapi secukupnya, lengan bertato, dan dengan percaya diri menggunakan potongan rambut masa kini yang membuatnya tampil segar.

Sempat diragukan pada masa awal kepemimpinannya (bahkan saat pencalonan dirinya) karena latar belakangnya yang merupakan seorang komedian absurd garis keras, Jon mendobrak kalangan dengan konsep revolusi demokrasi briliannya.

Masa Pencalonan, Terpilih Menjadi Walikota, dan Konsep Revolusi Demokrasi Digital di Reykjavik

Sebagai seorang komedian absurd, Jon memang tidak memiliki latar belakang politik sama sekali. Tapi, pemikiran dan kepekaannya tentu tidak bisa dianggap remeh. Sentilan – sentilan dan sindiran “yang amat sangat menyindir” berbau politik tentu sudah jamak dilakukannya tiap kali dia perform.

Pada saat awal mendeklarasikan diri maju ke pentas perebutan kursi walikota ibukota Islandia, Jon tidak ada apa – apanya dibandingkan calon lainnya. Tapi progres kampanye mengatakan sebaliknya. Konsep – konsep gilanya dan kelakar – kelakar renyahnya sukses menyita hati pemilih.

Lontaran – lontaran kata seperti “Kota ini (Reykjavik) harus memiliki patung Bjork (penyanyi Pop Islandia,red.) sebesar patung Liberty di pelabuhan dengan memegang mikrofon, bukan lentera api, dan akan berbicara mengenai Reykjavik dalam 3 bahasa” atau “Saya berjanji akan membuat Mickey Mouse dengan ukuran life-size. Ya, dalam ukuran life-size! Kita akan menjadi satu – satunya Disney World yang memiliki Mickey Mouse dengan ukuran life-size!” merupakan ide konyol bagi kalangan atas, tapi bagi kalangan menengah ke bawah dan kalangan muda, ide ini seperti “orang ini gila! Dia benar – benar berperilaku seperti kita! Saya akan memberikan suara saya untuk dia!”. Dan secara luar biasa jumlah pendukungnya terus naik.

Memasuki masa pemilihan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Jon yang mendapat dukungan besar terpilih menjadi walikota pada Mei 2010.

Setelah 3 tahun berjalan, kepemimpinan Jon Gnarr ternyata dapat dibilang sukses. Sangat sukses. Semua rencananya berjalan dengan lancar, terutama pada periode 1 tahun pertama yang menjadi tujuan utama peluru dari para kritikus, aktivis, dan oposisi. Jon diakui berhasil menangani PR besar yang sangat sulit diatasi selama ini di pemerintahan Reykjavik, yakni menyeimbangkan anggaran.

Sementara salah satu proyek besar baru yang dicanangkan oleh Jon adalah sebuah proyek virtual. Jon merancang sebuah revolusi terhadap demokrasi digital.

Dengan 2/3 populasi dari 320.000 penduduknya berada di Facebook, Jon beranggapan bahwa Islandia adalah cawan petri untuk ide – ide demokrasi.

“Apa yang kita miliki adalah sebuah komunitas yang sangat kecil, tapi ada begitu banyak ide yang bisa disalurkan, kemudian dicoba, dan jika berhasil dapat diterapkan di sesuatu yang lebih besar. Reykjavik dan Islandia adalah tempat sempurna untuk bereksperimen dengan demokrasi.” – Jon Gnarr

Sejak awal dicanangkannya konsep sistem terbuka ini, Jon dan kongsi dekatnya, The Citizens Foundation, yang merupakan sebuah lembaga reformis nirlaba, berhasil membuka keaktifan warga Reykjavik dengan sebuah platform jelas yang memungkinkan warga untuk berdebat langsung, menyampaikan ide, bahkan ikut serta dalam perumusan anggaran. Hal ini memang terdengar agak lucu jika diterapkan di Jakarta, karena pasti akan timbul ricuh di sana sini. Tapi dengan adanya sistem ini di Reykjavik, ini memicu sebuah revolusi positif di masa depan. Ini adalah pondasi awal. Dimulai dari skala kecil. Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mr. Jon.

Disaat Jakarta dan Indonesia masih terus disibukkan dengan polemik sehari – hari dan muluknya janji – janji besar para penguasa, di pulau kecil pecahan Denmark tersebut sebuah ide besar sudah dirintis, dimulai dari sebuah kota, kemudian sebuah negara, bukan tidak mungkin jika kelak Uni Eropa yang akan mengembangkan kekokohan demokrasi mereka dengan berdasarkan “sesuatu yang kecil” ini. Hal kecil yang dicetuskan kembali dan diaplikasikan oleh seorang mantan pelawak bertato dari Eropa Utara.
_____________________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________________
@adityaknz ) - Alvian Aditya Kanzi

0 comments:

Post a Comment