Siapa Itu Jon
Gnarr ?
Sosok yang berpose
santai di atas adalah seorang walikota papan atas yang patut dijadikan contoh
oleh walikota – walikota lain di seluruh belahan dunia. Namanya Jon Gnarr. Dia
adalah pemimpin tertinggi kekuasaan di ibukota Republik Islandia, Reykjavik.
Sosok muda yang
kurang menggambarkan tampilan seorang pemimpin ibukota ini memang memiliki
latar belakang dan gambaran fisik yang memang seperti seharusnya, bukan
gambaran ‘idaman’ orang – orang tentang seorang walikota yang rapi, mendekati
tua, elegan, dan kolot. Jon Gnarr tampil dengan sosok tegap, rapi secukupnya,
lengan bertato, dan dengan percaya diri menggunakan potongan rambut masa kini yang
membuatnya tampil segar.
Sempat diragukan pada
masa awal kepemimpinannya (bahkan saat pencalonan dirinya) karena latar
belakangnya yang merupakan seorang komedian absurd garis keras, Jon
mendobrak kalangan dengan konsep revolusi demokrasi briliannya.
Masa Pencalonan,
Terpilih Menjadi Walikota, dan Konsep Revolusi Demokrasi Digital di Reykjavik
Sebagai seorang
komedian absurd, Jon memang tidak memiliki latar belakang politik sama
sekali. Tapi, pemikiran dan kepekaannya tentu tidak bisa dianggap remeh. Sentilan
– sentilan dan sindiran “yang amat sangat menyindir” berbau politik tentu sudah
jamak dilakukannya tiap kali dia perform.
Pada saat awal
mendeklarasikan diri maju ke pentas perebutan kursi walikota ibukota Islandia,
Jon tidak ada apa – apanya dibandingkan calon lainnya. Tapi progres kampanye
mengatakan sebaliknya. Konsep – konsep gilanya dan kelakar – kelakar renyahnya
sukses menyita hati pemilih.
Lontaran – lontaran
kata seperti “Kota ini (Reykjavik) harus memiliki patung Bjork (penyanyi Pop
Islandia,red.) sebesar patung Liberty di pelabuhan dengan memegang mikrofon,
bukan lentera api, dan akan berbicara mengenai Reykjavik dalam 3 bahasa” atau
“Saya berjanji akan membuat Mickey Mouse dengan ukuran life-size. Ya,
dalam ukuran life-size! Kita akan menjadi satu – satunya Disney World
yang memiliki Mickey Mouse dengan ukuran life-size!” merupakan ide
konyol bagi kalangan atas, tapi bagi kalangan menengah ke bawah dan kalangan
muda, ide ini seperti “orang ini gila! Dia benar – benar berperilaku seperti kita!
Saya akan memberikan suara saya untuk dia!”. Dan secara luar biasa jumlah
pendukungnya terus naik.
Memasuki masa
pemilihan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Jon yang mendapat dukungan
besar terpilih menjadi walikota pada Mei 2010.
Setelah 3 tahun
berjalan, kepemimpinan Jon Gnarr ternyata dapat dibilang sukses. Sangat sukses.
Semua rencananya berjalan dengan lancar, terutama pada periode 1 tahun pertama
yang menjadi tujuan utama peluru dari para kritikus, aktivis, dan oposisi. Jon
diakui berhasil menangani PR besar yang sangat sulit diatasi selama ini di
pemerintahan Reykjavik, yakni menyeimbangkan anggaran.
Sementara salah satu
proyek besar baru yang dicanangkan oleh Jon adalah sebuah proyek virtual.
Jon merancang sebuah revolusi terhadap demokrasi digital.
Dengan 2/3 populasi
dari 320.000 penduduknya berada di Facebook, Jon beranggapan bahwa Islandia
adalah cawan petri untuk ide – ide demokrasi.
“Apa
yang kita miliki adalah sebuah komunitas yang sangat kecil, tapi ada begitu
banyak ide yang bisa disalurkan, kemudian dicoba, dan jika berhasil dapat
diterapkan di sesuatu yang lebih besar. Reykjavik dan Islandia adalah tempat
sempurna untuk bereksperimen dengan demokrasi.” – Jon
Gnarr
Sejak awal
dicanangkannya konsep sistem terbuka ini, Jon dan kongsi dekatnya, The Citizens
Foundation, yang merupakan sebuah lembaga reformis nirlaba, berhasil membuka
keaktifan warga Reykjavik dengan sebuah platform jelas yang memungkinkan
warga untuk berdebat langsung, menyampaikan ide, bahkan ikut serta dalam perumusan
anggaran. Hal ini memang terdengar agak lucu jika diterapkan di Jakarta, karena
pasti akan timbul ricuh di sana sini. Tapi dengan adanya sistem ini di
Reykjavik, ini memicu sebuah revolusi positif di masa depan. Ini adalah pondasi
awal. Dimulai dari skala kecil. Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mr.
Jon.
Disaat Jakarta dan
Indonesia masih terus disibukkan dengan polemik sehari – hari dan muluknya
janji – janji besar para penguasa, di pulau kecil pecahan Denmark tersebut
sebuah ide besar sudah dirintis, dimulai dari sebuah kota, kemudian sebuah
negara, bukan tidak mungkin jika kelak Uni Eropa yang akan mengembangkan
kekokohan demokrasi mereka dengan berdasarkan “sesuatu yang kecil” ini. Hal
kecil yang dicetuskan kembali dan diaplikasikan oleh seorang mantan pelawak
bertato dari Eropa Utara.
__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
( @adityaknz ) - Alvian Aditya Kanzi
0 comments:
Post a Comment